Yf1rfC4r39u8F2WJkQXT40G2S2Dzpm1YHbdZ5zyD
Bookmark

PIKIRAN-PIKIRAN CEMERLANG TENTANG REALITAS YANG ADA ITULAH JNANA YOGA YANG AGUNG ITU

Add caption

                                          
                                                                   BAB I

                                                 KEPERLUAN DARI AGAMA

       Dari kekuatan-kekuatan yang telah bekerja dan yang masih sedang bekerja membentuk nasib-nasib dari bangsa manusia, tiada lain Pastilah yeng lebih kuat dari pada itu, ialah perwujudan yang kita sebut agama.

       Semua organisasi sosial bagaimanapun mempunyai dasar belakang pekerjaan-pekerjaan dari tenaga istimewa itu dan dorongan perhubungan yang terbesar yang pernah dibawa pada permainan diantara kesatuan manusia telah datang dari kekuatan ini. Jelaslah pada kita semua dalam banyak hal ikatan agama telah membuktikan lebih kuat, dari pada ikatan-ikatan bangsa, atau iklim bahkan ikatan keturunan adalah kenyataannya terkenal bahwa orang-orang yang memuja Tuhan
Yang sama, percaya dalam agama yang sama, telah berdiri satu sama lain, dengan kekuatan dan ketetapan yang lebih besar dari pada orang-orang yang berketurunan sama, bahkan yang bersaudara. Bermacam-macam usaha telah dibuat untuk mencari jejak permulaan agama. Didalam semua agama-agama kuno yang telah turun pada kita hari ini, kita menemukan satu tuntutan yang dibuatnya bahwa mereka semua adalah gaib; Bukan datang dari otak manusia, bahwa mereka telah diatur diluar otak.

       Dua teori telah didapatkan yang telah diterima diatara pelajar-pelajar modern, satu adalah teori dari agama, yang lain adalah evolusi dari cita-cita yang tak berbatas. Satu golongan mempertahankan bahwa pemujaan nenek moyang adalah permulaan dari cita-cita Agama; yang lain agama itu berasal dari kekuatan alam; manusia ingin mempertahankan ingatan dari keluarga-keluarganya yang telah mati.
Dan memikirkan mereka masih hidup walaupun badannya sudah hancur, dan Ia ingin menempatkan makanan untuk mereka dan didalam perasaan memuja mereka
Keluar dari itulah datang pertumbuhan yang kita sebut agama. Dengan mempelajari agama-agama kuno dari bangsa-bangsa mesir, babilonia, cina, dan beberapa bangsa-bangsa lain di amerika an dimanapun juga,kita menemukan amat jelas jejak-jejak dari pemujaan nene-moyang ini sebagai permulaan dari agama. Pada mesir kuno, cita-cita dari jiwa adlah itu berbentuk dobel. Setiap badan manusia berisi padanya jiwa yang lain yang sama dengan itu dan apabila manusia mati, jiwa dobel; ini keluar dari badan dan melanjutkan hidup terus.

       Tetapi kehidupan dari badan dobel berlangsung selama badan yang mati itu belum rusak dan karena itulah kita menemukan diantara bangsa mesir demikian amat teliti menjaga badan itu agar tak rusak. Dan oelh karenanya mereka membangun pyramid-pyramid besar dalam mana mereka memelihara badan-badan itu, karena jika sebagian dari tubuh luar itu dirusakkan, badan dobel sesuailah ia jadi rusak juga. Jelaslah ini adlah pemujaan nenek moyang. Pada babilonia kuno kita menemukan cita-cita yang sama dari badan dobel itu, tetapi dengan bermacam-macam variasi. Badan dobel itu hilang semua rasa cinta kasihnya; Ia menakutkan makhluk-makhluk, lalu orang-orang memberikan Ia makanan dan menolong Ia dalam macam-macam acara. Ia bahkan hilang juga rasa cinta kasihnya pada anak-anak dan istrinya sendiri. Diantara bangsa-bangsa hindu kuno juga kita menemukan jejak dari pemujaan nenk moyang ini. Diantara bangsa-bangsa cina, dasar dari agama mereka dapat juga dikatakan pemujaan pada nenek moyang, dan itu masih meresap lama dari negeri yang luas itu. Kenyataannya , satu-satunya agama yang dapat dikatakan sungguh-sungguh berkembang dicina adlah agama pemujaan nenek-moyang. Demikianlah tampak pada satu pihak yang amat baik untuk dipertahankan bagi yang memegang teori pemujaan nenek-moyang sebagai permulaan dari agama.

       Pada pihak lain, ada beberapa orang-orang terpelajar yang, dari kesusastraan Arya kuno menunjukkan bahwa agama berasal dari pemujaan Alam. Walaupun di India kita menemukan bukti-bukti dari pemujaan nenek moyang dimana-mana, namun dalam cerita yang tertua tak ada jejak itu dimanapun juga. Didalam Reg Weda samhita, crita yang terkuno dari bangsa Arya, kita tak menemukan jejak pemujaan nenek moyang itu. Orang-orang terpelajar modern memikirkan. Adalah pemujaan alam yang mereka ketemukan disana. Pikiran manusia tampaknya bergulat untuk mendapatkan pemandangan yang mengintip di dalam.

       Fajar menyingsing, sore hari, hari-hari taufan, ketakjubban dan kekuatan raksasa dari alam, keindahan-keindahannya, ini telah melatih pikiran-pikiran umat manusia, dan cita-citanya pergi jauh keluar batas, untuk mengertikan sesuatu tentang mereka. Di dalam pergulatan itu mereka mendapat hadiah atas kejadian keajaiban-keajaiban ini dengan tanda-tanda yang berwujud yang telah memberikan mereka jiwa-jiwa dan badan-badan, kadang-kadang keindahan, kadang-kadang pengertian yang diluar batas.

       Setiap usaha berakhir dengan keajaiban ini menjadi abstrak apakah berwujud atau tidak. Demikian yang diketemukan. Demikian juga diketemukan dengan yunani kuno; seluruh cerita purbakala mereka adalah hanya pemujaan alam yang abstrak ini. Demikian juga dengan bangsa-bangsa Jerman kuno, skandinavia, dan semua bangsa-bangsa Arya yang lain. Demikianlah pada pihak ini, amat kuat dengan keadaan-keadaan yang tampak itu, bahwa Agama asalnya dari perwujudan-perwujudan dari kekuatan Alam.

       Dua pandangan ini, walauoun mereka tampaknya bertentangan, dapatlah disatukan menjadi dasar yang ketiga, yang bagi pikiran saya adalah benih nyata dari Agama, dan itu saya maksudkan untuk menyebut pergulatan untuk melampaui pembatasan-pembatasan panca indera, baik orang-orang mencari nenek moyangnya, jiwa-jiwa dari orang yang mati, itulah yang Ia inginkan untuk mendapatkan sedikit cahaya dari apa yang ada sesudah badan hancur, atau IA menginginkan untuk mengerti kekuatan bekerja pada dasar belakang dari keajaiban alam yang hebat. Yang mana keadaan-keadaan ini, adalah sesuatu yang pasti bahwa ia mencoba pergi jauh diluar batas atas batasan-batasan panca indera. Ia tak dapat puas dengan panca indryanya; ia ingin pergi keluar batas mereka.

       Keterangan-keterangan itu tak memerlukan hal-hal yang bersifat rahasia. Bagi saya itu tampaknya amat biasa bahwa sekilat cahaya yang pertama dari agama harus datang dari impian-impian. Cita-cita pertama dari yang Abadi, orang boleh dapatkan dengan baik melalui impian-impian. Bukankah  itu sesuatu keadaan yang amat ajaib ? dan kita mengetahui bahwa pikiran anak-anak  dan pikiran yang tak diasuh diketemukan amat kecil perbedaan antara mimpi dan keadaan bangun mereka. Apakah yang lebih bersifat natur (alam) dari pada itu yang kita ketemukan sebagai pikiran sehat, bahwa selama keadaan tidur yaitu ketika badan tampak mati, pikiran bekerja dengan semua liku likunya? Alangkah mengagumkan bahwa orang akan segera datang pada penghabisannya yaitu apabila badan ini hancur selama-lamanya, pekerjaan yang sama akan berlangsung terus. Hal ini bagi pikiran saya, menjadi suatu keterangan-keterangan yang bersifat biasa dari sifat-sifat alam yang luar biasa, dan melalui cita-cita impian ini pikiran manusia bangun kealam yang lebih tinggi dan kepengertian-pengertian makin lebih tinggi. Tentu saja saat ini, kebanayakan dari umat manusia menemukan bahwa impian-impian ini tak membuktikan atas keadaan-keadaan bangun mereka, dan bahwa selama keadaan impian itu bukanlah keadaan manusia yang segar, tetapi hanya itu ia meringkaskan pengalaman-pengalaman dari keadaan bangun. Teteapi pada zaman ini pencarian telah mulai, dan pencarian itu adalah didalam, dan mereka melanjutkan mencari lebih dalam kedalam tangga-tangga yang bermacam-macam dari pikiran, dan menemukan keadaan-keadaan yang lebih tinggi dari pada keadaan-keadaan bangun maupun bermimpi, keadaan dari hal-hal ini kita temukan didalam semua organisasi-organisasi agama didunia, yang disebut ekstasi (kegiuran) atau inspirasi (ilham), didalam semua organisasi-organisasi agama, pendiri-pendiri mereka, nabi-nabi dan utusan mereka menjelaskan telah pergi kedalam keadaan-keadaan dari pikiran baik itu waktu tidur maupun bangun, dalam mana mereka datang berhadapa-an maka dengan muka berseri-seri baru dari kenyataan-kenyataan yang menjelaskan terhadap apa yang disebut kerajaan rohani. Mereka menyadari benda-benda disana lebih banyak sungguh-sungguh  dari pada yang kita sadari pada kenyataan-kenyataan sekitar kita didalam keadaan bangun kita. Ambillah misalnya agama-agama dari brahmana, veda-veda dikatakan ditulis oleh Rsi-Rsi. Rsi-Rsi ini adalah orang suci yang menyadari kenyataan-kenyataan dengan pasti; difinisi yang sejati dari kata-kata sanskrit; Reshi-Reshi adalah orang-orang yang melihat mantra-mantra, yaitu pikiran-pikiran yang dilukiskan didalam nyanyian pujian dalam veda-veda. Orang-orang ini menjelaskan bahwa mereka menyadari dengan panca indra, dan kata-kata itu dapat digunakan dengan kata supersenseous (kesadaran indra tertinggi), suatu kenyataan-kenyataan yang pasti, dan kenyataan-kenyataan ini mereka wujudkan lewat ceritra. Kita menemukan kebenaran yang sama dijelaskan diantara bangsa-bangsa yahudi dan Kristen.
       Satu kecualian dapat dikemukakan yaitu tentang Budhist sebagai sekte selatan. Dapat ditanyakan jika budhist tidak percaya Tuhan, atau jiwa bagaimana; apakah agama mereka telah didapatkan dalam keadaan hidup supersenseous ? jawaban terhadap ini adalah bahwa Budhist menemukan hukum-hukum moral yang abadi, dan hukum moral itu bukanlah keluar dari kecerdasan pikiran yang dinyatakan dengan kata-kata, tetapi budha menemukan itu, Wahyu itu, dalam keadaan-keadaan supersenseous (kesadaran tertinggi). Demikianlah anda sekalipun yang telah mempelajari kehidupan dari budha, yang mana bahkan ada diberikan dalam syair indah yang singkat “ sinar dari asia “ mengingatkan bahwa Budha sedang duduk dibawah pohon bodi hingga Ia mencapai keadaan-keadaan supersenseous itu dari pikiran, semua ajaran-ajarannya datang dari keadaan ini dan bukan dari renungan intelek.
       Demikianlah keadaan yang luar biasa dibuat oleh semua agama-agama; bhawa pikiran manusia, pada saat-saat tertentu melampaui batas bukan hanya pembatas-pembatas panca indra, tetapi juga atas kekuatan –kekuatan akal sehat.
Itu kemudian datang berhadapan muka dengan muka dengan kenyataan-kenyataan, yang mana tak pernah dirasakan, yang tak pernah keluar dari persoalan jawab dengan akal yang sehat (reason). Kenyataan-kenyataan ini adalah dasar dari semua agama-agama di dunia. Tentu saja kita mempunyai hak menentang kenyataan-kenyataan ini, menguji mereka dengan akal sehat (reason); sekalipun demikian agama-agama yang ada didunia menunutut pada pikiran manusia atas kekuatan istimewa ini yaitu kekuatan-kekuatan yang melampaui batas panca indra, dan pembatasan-pembatasan akal yang sehat, dan kekuatan-kekuatan ini mereka kemukakan sebagai suatu keadaan dari kenyataan.
Terpisah dari pertimbangan pertanyaan bagaimana kenyataan-kenyataan ini menuntut agama adalah benar, kita menemukan satu watak umum untuk mereka semua, mereka semua adalah abstrak yang bertentangan dengan penemuan nyata dari ilmu alam, inilah suatu contoh; dan didalam semua organisasi agama yang tinggi mereka mengambil bentuk yang tersuci dari kesatuan yang tak berwujud, sebagai makhluk yang ada dimana-mana, sebagai orang yang tak berwujud yang disebut Tuhan, sebagai hukum moral, maupun didalam bentuk dar sari kehidupan yang abstrak yang menjaga setiap jiwa. Dalam zaman modern, juga usaha dibuat yang mengkhotbahkan agama-agama, tanpa mohon kepada jiwa-jiwa yang terluhur yang mengambil bentuk-bentuk abstrak kuno dari zaman dahulu kala, dan memberikan bermacam-macam nama mereka sebagai “hukum moral” . cita-cita kesatuan “, dan sebagainya.
Demikianlah menunjukkan bahwa yang abstrak ini bukanlah didalam panca indra, tiada seorangpun dari kita telah dapat melihat cita-cita umat manusia, namun kita mengajak percaya didalam itu, tiada seorangpun dari kita telah melihat cita-cita orang sempurna, namun tanpa cita-cita itu kita tak dapat maju.
       Demikianlah, satu kenyataan ini yang keluar dari bermacam-macam dari semua agama-agama, bahwa ada cita-cita kesatuan yang abstrak, yang diletakkan dihadapan kita baik dalam bentuk perseorangan atau makhluk yang tak berwujud, atas suatu hukum, atau ada, atau suatu inti sari. Kita senantiasa bergulat mengangkat diri kita sendiri kearah cita-cita itu. Setiap makhluk manusia siapapun juga, dimanapun juga ia ada, mempunyai suatu cita-cita untuk memiliki kekuatan yang tak terbatas. Setiap umat manusia mempunyai cita-cita kesenangan yang tak berbatas. Kebanyakan pekerjaan-pekerjaan yang kita ketemukan disekitar kita, keaktifan-keaktifan yang tampak dimana-mana adalah kewajiban yang bergulat kearah kekuatan yang tak berbatas ini atau kesenangan yang tak terbatas ini. Tetapi cepatlah diketemukan bahwa walaupun mereka bergulat untuk kekuatan yang tak berbatas, itu bukan dari panca indera untuk mendapatkannya. Mereka menemukan segera hal itu bahwa kesenangan yang tak berbatas tidak didapatkan melalui panca indra, atau dalam dunia-dunia panca indra lain yang amat terbatas, dan badan amat terbatas untuk menyatakan yang tak berbatas, untuk mewujudkan yang tak berbatas dengan yang terbatas adalah tak mungkin, lebih cepat atau lebih lambat, manusia mempelajari untuk melepaskan usaha untuk menyatakan yang tak terbatas melalui yang terbatas.
       Pelepasan ini renunsiation ini (lenyapkan keinginan-keinginan, lepas seluruhnya, pelepasan) dari usaha, adalah dasar belakang dari etika. Renunciation (pelepasan) adalah dasar pada mana etika berdiri.
Tak pernah ada buku undang-undang etika yang dikhotbahkan yang bukan renuciation sebagai dasarnya. Etika senantiasa berkata :” bukan saya tetapi kamu” sebagai slokanya ialah  “ bukan diri saya, senantiasa bukan untuk diri saya”. Cita-cita yang sia-sia dari individulisme terhadap mana manusia terikat , apabila ia mencoba menemukan bahwa kekuatan yang tak berbatas, atau kesenangan yang tak terbatas melalui panca indra, harus dilepaskan, demikianlah kata hukum etika—
Anda harus meletakkan diri anda yang terakhir, dan yang lain-lainnya didepan anda.
Panca indra berkata, “ diri saya sendiri yang pertama” Etika berkata, “Saya harus memegang diri saya yang terakhir “. Demikianlah semua buku-buku undang-undang dari etika berdasar pada renunciation ini; penghancuran bukan membangun individu yang bersifat materi. Yang tak terbatas itu akan tak pernah diketemukan menyatakan diri pada zat materi; tiada pula mungkin pada sesuatu yang dapat dipikirkan.
       Demikianlah manusia harus melepaskan sifat-sifat materi (benda), dan bangun ke daerah yang lain untuk mencari pernyataan yang lebih dalam dari yang tak berbatas itu. Dalam jalan ini bermacam-macam etika telah dibentuk, tetapi semua mempunyai satu cita-cita pokok, penolakan diri yang abadi. Pembasmian diri yang sempurna adalah cita-cita etika, orang-orang terkejut jika mereka disuruh jangan memikirkan individu mereka.
Mereka tampaknya demikian banyak takkut kehilangan atas apa yang mereka sebut individu mereka. Pada saat yang sama, orang yang sama itu akan menjelaskan cita-cita tertinggi dari etika menjadi benar, tak pernah sedikitpun berpikir bahwa itulah artinya, tuuannya, cita-cita dari semua etika adalah penghancuran dan bukan membangun individu.
       Standar dari orang-orang berfaedah dalam keduniawian tak dapat menjelaskan hubungan etika dari orang-orang, karena dalam tempat yang pertama kita tak dapat menarik hukum-hukum etika dari pertimbangan orang-orang duniawi yang berfaedah, tanpa paksaan alam yang tertinggi, sebagai yang disebut pengamatan kesadaran yang tertinggi (supercounsious)  sebagai yang saya lebih suka menyebutnya, tak dapat ada etika, tanpa pergulatan kearah yang tak berbatas, tak dapat ada cita-cita. Suatu sistim yang menginginkan mengikat manusia hingga merosot kedalam kata-kata masyarakat mereka sendiri, tak akan dapat menemukan keterangan-keterangan untuk hukum-hukum etika dari umat manusia. Orang- orang dunia menginginkan agar kita melepaskan pergulatan yang tak berbatas, pencapaian untuk kesadaran perasaan yang tertinggi, yang dikatakan sebagai yang tak praktis dan bukan-bukan, dan didalam nafas yang sama, menyuruh kita mengambil etika, dan berbuat baik kepada masyarakat. Mengapa kita harus berbuat baik? Perbuatan baik adalah pertimbangan yang kedua. Kita harus mempunyai cita-cita etika sendiri bukanlah yang terakhir, tetapi alat untuk yang terakhir.
Jika yang terakhir itu bukan disana, mengapa kita harus beretika ? mengapakah saya harus berbuat baik pada orang-orang lain, dan tak menyakiti mereka ? jika kebahagiaan adalah tujuan dari umat manusia , mengapa saya tak harus membuat diri saya sendiri berbahagia, dan tak harus membuat orang-orang lain tak bahagia ? apa yang mencegah saya ?
Dalam tempat yang kedua, dasar dari orang-orang amat sempit . semua bentuk sosial sebagai itu adanya, tetapi apa yang benar yang diterima orang-orang duniawi bahwa masyarakat itu abadi? Masyarakat duniawi tak ada zaman lampau, mungkin tak ada zaman sekarang, Amat mungkin itu adalah satu dari tangga-tangga yang dilalui, melalui mana kita pergi kearah evolusi yang lebih tinggi, dan suatu hukum yang berasal dari masyarakat tak dapat jadi abadi, tak dapat melindungi seluruh sifat manusia, teori-teori duniawi hanya dapat dipakai pada keadaan masyarakat sekarang, diluar itu mereka tak mempunyai faedah. Tetapai, suatu morala, undang-undang etika, yang didapat dari agama dan kerokhanian, mempunyai keseluruhannya dengan tak berbatas atas tujuan manusia. Ia mengambil individu, tetapi hubungannya dengan yang tak berbatas, dan ia mengambil masyarakat juga, karena masyarakat tak ada, itu hanya sejumblah individu-individu ini berkumpul bersama, dan menggunakan individu itu dan hubungannya yang abadi, amat perlu dan harus mempraktikkan pada seluruh masyarakat dalam keadaan apapun dan pada kemungkinan waktu yang diberikan.

       Demikianlah kita melihat bahwa senantiasa ada keperluan agama kerokhanian terhadap umat manusia, manusia tak dapat senantiasa memikirkan benda saja, bagaimanapun memikkirkan adanya. Telah dikatakan bahwa terlalu banyak memperhatikan hal-hal sepiritual mengganggu hhubungan praktik kita dalam dunia ini. Pada zaman dulu orang suci cina Confuius, berkata : “ marilah kita memperhatikan dunia ini, dan apabila kita menyelesaikan hal-hal dunia ini, kita akan mengambil dunia-dunia yang lain “. Itulah amat baik bahwa kita harus memperhatikan dunia ini. Tetapi jika terlalu banyak memperhatikan dunia ini, batinnya itu, mengakibatkan sedikit perubahan praktik kita,  terlalu banyak memperhatikan terhadap praktik yang menyakitkan kita disini atau didunia sana. Itu mengakibatkan kita jadi matrealis. Karena manusia tak memperhatikan sifat dari tujuannya tetapi sesuatu yang lebih tinggi dari dunia ini.
       Manusia adalah manusia, selama ia bergulat mengatasi naturnya, dan natur itu yang didalam dan diluar dirinya. Tidak hanya termasuk hukum-hukum yang memerintah zat-zat benda-benda diluar kita dan didalam badan kita , tetapi juga alam didalam yang lebih halus, yang kenyataannya, suatu tenaga untuk menggerakkan yang memerintah diluar.
Adalah baik dan amat besar menundukkan alam luar, tetapi masih lebih besar menundukkan alam didalam diri kita, adalah besar dan baik mengetahui hukum-hukum yang memerintah bintang-bintang dan planet-planet, adalah lebih besar dengan tak berbatas dan lebih baik dengan tak berbatas mengetahui hukum-hukum yang memerintah nafsu-nafsu birahi, perasaan-perasaan, kemauaan dari umat manusia.
      

Post a Comment

Post a Comment

mohon dukungannya