Add caption |
DI BAWAH NAUNGAN KESADARAN
berulang kali kita berjuang untuk percaya bahwa ada yang mengasihi kita diluar kita, hingga tumbuh perjuangan untuk meyakinkan diri kita, kita berkeliling mencari sesuatu untuk sebuah sandaran hati yang lelah, kadang kita merengek, merajuk, menangis, berbagai dalih kita lakukan, bertutur kata, berdebat, berbincang, bersenda gurau , semua itu indah luar biasa meyakinkan kita bahwa kita terasa telah benar, kita bertemu dengan banyak orang, banyak pendapat, banyak pelajaran, banyak pengalaman diakui ataupun tidak seolah semuanya perlu untuk diperjuangkan dan menuju bahagia seperti hayalan kita.
Dengan semua itu lahirlah secercah harapan akan perasaan lebih baik, lebih merasa ada dan merasa diakui, ketika pada masanya kita kecewa dan tidak seperti yang kita hayalkan, kembali hal seperti itu datang kembali, bersama orang berbeda suasana berbeda, begitulah harapan, hayalan datang dan akhirnya pudar kembali tinggal kenangan tiada bertepi. begitulah kira-kira hidup semua manusia didunia, ada yang perhatian ada yang belum semuanya nyata, tapi harus pula diakui semua akan lewat,
Ketika hari telah senja kembali redup berakhir dan keesokan harinya tumbuh kembali, mungkinkah ada yang memperhatikan itu, siapakah dia yang mau memahaminya, semua berlomba pada daerah yang tiada kekal, melelahkan, jenuh, marah, kecewa, tidak dihargai, tidak dimengerti, tidak diperhatikan, tidak dikasihi begitulah kita menggerutu.
kita mengaku berakal sehat, intelek, tahu terkadang memberi tahu, berbudi, sadar dan sebagainya tentang diri kita, kemudian seiring waktu semuanya sirna menuju sesuatu yang tiada jelas dan merapat pada kebingungan yang tiada berkesudahan, Bumi ini sudah berapa hati tersobek dalam dekapannya, tiada tempat mengadu, mencari kemana jalan keluar semua pendapat telah teruji
dan gagal akhirnya kita harus kehilangan mau taupun tidak mau.
Begitulah pengalamanku didunia nyata dan telah kurenungi nasib itu telah membuat sama diantara kami bangsa manusia, sampai tiba masanya kulelah berhenti mencari, lelah berhenti berharap, sekecil apapun itu dalam kelelahan yang sangat dalam kududuk seorang diri, ditepi sebuah sungai didaerah titab
berteman alam dimusim hujan , petir menyambar-nyambar, deru angin kencang tepat jam 12 malam , makanan yang tersisa hanya sekepal nasi putih saja , kudengar disini didalam hatiku , bahwa yang membuat kukecewa, marah, menangis, dan menggerutu adalah harapanku tentang hal diluar ini yang memberiku kebahagiaan dan kupernah terlena sejenak walau tidak lama,
namun bagiku itu cukup tuk menyadarkan bahwa aku telah salah mengenainya, kudengar suara memanggilku , memberitahuku dalam kelirihan yang nyaris tak terdengar, nak bukankah harapanmu yang akhirnya memaksamu menyalahkan mereka diluar sana, nak bukankah deritamu akan sama dengan mereka jika kamu memiliki pengharapan sama dengan mereka, dibawah petir, angin, banjir, listrik padam karena ngak sanggup membayar bulanannya, kutersenyum sungguh-sungguh tersenyum, senyum paling indah yang pernah bisa kulakukan. adakah yang tiada menyatu denganmu kauharapkan bisa menyayangimu selamanya bukankah itu memaksakan hal yang tidak akan pernah mungkin ?
Saksikanlah mereka oh anakku kesana-kemari berbagai pendapat memenuhi benak mereka yang satu sama lain saling menuntut perhatian, penghargaan, pengharapan dengarlah mereka akan saling membuat kecewa, dan itulah nyata
kutersenyum dengan benakku yang aneh berujar pahit tapi aku setuju memang demikianlah adanya.
kuperhatikan dibenakku ada yang menasehatiku, dibenakku ada yang memanggilku lirih, dibenakku dia memberiku hati tentram, dibenakku dia mengajariku tuk melihat, debenakku semuanya ada disini
yang menolongku, yang mengasihiku, yang memberiku semangat, yang menjagaku siang dan malam, yang akhirnya kusungguh-sungguh menyerahkan diriku pada yang tinggal dibenakku sendiri.
biar kupuja dia, yang membuat benakku, yang kurasakan didadaku, dan lelahku terobati , semuanya pupus tentang harapan diluar sana,
kini sungai memberiku senyuman, petir memberiku ilham, angin memberiku hidup.
pernyataanku hanyalah satu : bahwa yang paling mengasihi manusia tiap helai nafas mereka suatu masa akan dia temui DI BENAKNYA SENDIRI
kedamaian, senyum, ketenangan, tiada pudar setelah itu ada dan datang dibenaknya.
salam maha suci
Post a Comment