Yf1rfC4r39u8F2WJkQXT40G2S2Dzpm1YHbdZ5zyD
Bookmark

agama hindu bali dahulu

  




       
    Mungkin artikel yang akan saya tulis ini sedikit panjang menyangkut sejarah agama hindu bali dari dulunya bernama Agama Tirta hingga akhirnya sekarang bernama Agama hindu bali , semoga dengan artikel kecil ini, akhirnya generasi muda kita dibali mngetahui sedikit sejarah agamanya , semoga juga para leluhur berkenan merestui saya menulis disini ten keneng cakra wibawa.

OM AWIGNAM ASTU NAMO SIDHEM


  Menurut orang bali sejarah kebudayaan dan kemasyarakatan bali dimulai dengan kedatangan orang-orang Majapahit di bali. Zaman sebelumnya dipandang sebagai zaman zahilia, zaman yang gelap, yang dikuasai oleh roh-roh jahat serta makhluk-makhluk yang ajaib. Kedatangan orang-orang Majapahit menciptakan Zaman Baru.

  Akan tetapi sebenarnya jauh berabad-abad sebelum zaman Majapahit di Bali Selatan sudah ada suatu kerajaan dengan kebudayaan hindu, mungkin pada tahap pertama zaman mataram kuno (antara th, 600 dan 1000), Pusat kerajaan itu terdapat di pejeng dan bedulu dengan raja-raja keturunan warmadewa. Ada kemungkinan bahwa kerajaan ini timbul langsung karena pengaruh para pedagang hindu, tetapi ada juga kemungkinan kerajaan ini disebabkan karena pengaruh Mataram.

  Pada akhir abad ke-10 atau awal abad ke-11 di Bali memerintah seorang Raja Dharmodayana, yang berpermaisurikan seorang ketrunan Mpu Sendok, Mahendradhatta, dan yang melahirkan Erlangga. Dengan demikian pada waktu itu Bali dihubungkan dengan Jawa. Erlangga kemudian memerintah atas Jawa, sedang di Bali memerintah, atas nama erlangga, seorang adiknya, sesudah Erlangga wafat agaknya hubungan antara Jawa dan Bali menjadi kendor.

  Pada Tahun 1284 Krtanegara, Raja Singasari, menaklukkan Bali, Penaklukkan ini agaknya hanya bersifat sementara saja, sebab pada tahun 1383 Majapahit mengutus tentaranya dibawah pimpinan Gajah Mada menyerbu Bali. Kali ini penaklukan dilakukan secara mendalam. Gajah Mada mendatangkan bangsawan-bangsawan dari Majapahit. Pemimpin bangsawan ini mendirikan suatu kerajaan dengan ibu kotanya Srampangan, yang kemudian dipindahkan ke Klungkung, Raja ini bergelar Dewa Agung.

  Sesudah majapahit jatuh pada awal abad ke-16, Bali terisolir dari daerah-daerah lainnya di Indonesia, hingga kedatangan Bangsa Belanda. Sebelum kedatangan Belanda itu Bali dan Jawa mengalami perkembangannya sendiri-sendiri. Pada waktu Bali terisolir itu hubungan antara kepala daerah agaknya menjadi kendor, Dewa Agung dari kelungkung hanya secara formil diakui, demikianlah Bali terpecah-pecah menjadi 9 negara, yaitu : Klungkung, Bangli, Gianyar, karangasem, Badung, Mengwi, Tabanan, Buleleng, Jembrana.

  Dari sejarah tersebut diatas dapat diduga bahwa pengaruh Majapahit kuat sekali di Bali. Bahasa dan kebudayaan Bali adalah kelanjutan bahasa dan kebudayaan Jawa-Timur. Kepustakaan Hindu Jawa disebut Parisada Dharma Hindu Bali (1959), dan yang pada tahun 1964 diganti dengan Parisadha Hindu Dharma, hingga sekarang.

  Pada tahun 1959 Parisadha ini baru meiliki 11 (sebelas) cabang, yaitu 8 dibali dan 3 di Jawa. akan tetapi pada tahun 1964 Parisadha sudah memiliki 41 cabang. Sesudah G-30-S perkembangannya cepat sekali terlebih-lebih di Jawa. Parisadha banyak sekali usahanya untuk memajukan Hindu Dharma. Banyak buku-buku keagamaan diterbitkan, diantaranya : Upedesa, Bhagawad ghita, majalah warta Hindu Dharma dan lain-lainnya. dibidang pendidikan didirikan P.G.A.A. Dan Institut Hindu Dharma, suatu perguruan tinggi yang sudah memiliki fakultas Agama dan Kebudayaan serta Fakultas Biologi.
Demikianlah Hindu Dharma Bangun. Sesuai dengan perkembangan agama Hindu Dharma itu di dalam artikel  ini akan dibicarakan dua hal. 1. tentang agama Tirta , 2. tentang Agama Hindu Dharma.


                AGAMA  TIRTA 


  Pandangan Dunia Orang Bali.


  Orang bali yakin, bahwa alam semesta diatur dan dibagi-bagi menurut suatu sitem tertentu, oleh karenanya maka seluruh hidup harus disesuaikan dengan tata-tertib kosmos itu. Tiap perbuatan harus sesuai dengan tempatnya. Pembagian alam semesta menurut sistim ini menimbulkan suatu pengelompokkan terhadap segala sesuatu yang ada didalam kosmos. Bagaimana Watak dan sifat sesuatu di tentukan oleh tempatnya dalam pembagian itu.

  Sebenarnya pembagian ini amat berbeli-belit. Sebab banyak pembagian yang bertindihan yang satu dengan yang lain, ada juga pembagian yang menggabungkan yang satu dengan yang lain dan sebagainya. Pertama-tama ada pembagian dalam dua bagian yang saling bertentangan, tetapi juga yang saling mengisi. Pembagian ini diungkapkan dalam istilah : Kaja dan Kelod.

  Kaja berarti kearah gunung, sedang Kelod kearah Laut 
Oleh karena itu pulau Bali dibagi menjadi dua bagian oleh bukit barisan yang membujur di tengah dari barat ke timur menjadi Bali Utara dan Bali selatan, maka Kaja bagi bali utara berarti selatan, sedang kaja bagi bali selatan berarti utara. Orang Bali memandang gunung-gunung sebagai tempat kediaman para dewa dan nenek moyang yang sudah diperdewakan, karena gunung-gunung inilah dengan segala tasik dan sumbernya memberikan kesuburan kepada pulau Bali.

  Berdasarkan apa yang diuraikan diatas, maka pengertian Kaja dihubungkan dengan yang Ilahi, yang Sorgawi, yang Menguntungkan, yang menyehatkan dan sebagainya. Sebaliknya  pengertian Kelod dihubungkan dengan segala yang menuju ke bawah, yang Duniawi, yang Jahat, yang mengerikan dan sebagainya. Karena itu juga segala yang bertentangan dihubungkan dengan perlawanan Kaja-Kelod, misalnya : Hidup dan Mati, Tua dan Muda, Terang dan gelap, siang dan malam, suci dan najis dan seterusnya.

  Disamping itu pembagian kaja-kelod juga dihubungkan dengan Timur-Barat. Oleh karena matahari terbit dibagian Timur maka Timur dihubungkan dengan terang dan hidup dan segala yang menyenangkan. Dengan ini sekaligus pengertian Timur juga dihubungkan dengan pengertian Kaja, terlebih-lebih karena gunung Agung , tempat Siwa Mahadewa bersemayam, ada disebelah timur. Bagi orang bali arah ke Kaja-Timur adalah alam yang menuju ke alam atas.

  Karena matahari terbenam di sebelah Barat, maka pengertian Barat dihubungkan dengan segala yang gelap menakutkan, yang mendatangkan kesengsaraan dan maut. Bagi orang Bali arah ke kelod-Barat adalah arah ke alam bawah. Sekalipun demikian para roh jahat dan magi tidak senantiasa dihubungkan dengan kelod. Sebab ada roh-roh yang sekalipun jahat, namun jadi pengikut dewa, dan ada juga magi yang baik ( magi putih ). Keduanya harus digolongkan kepada pengertian .

Sudah dikemukakan, bahwa kaja-kelod adalah bagian-bagian yang menyusun kosmos, sehingga keduanya sama pentingnya, tak dapat dipisah-pisahkan. Keduanya mewujudkan keseimbangan kosmos, seperti halnya dengan kutub Utara dan kutub Selatan. Segala kuasa yang berhubungan dengan kuasa pengertian itu harus diperhatikan di dalam hidup. Itulah sebabnya maka kadang-kadang di dalam satu pura atau satu kelompok pura diadakan pemujaan bagi kudua macam kuasa tersebut.

  Disamping pembagian dalam dua bagian, ada juga pembagian dalam tiga bagian. Hal ini dihubungkan dengan tempat manusia dalam hubungannya dengan kedua suasana tersebut.

  Tidak dapat disangkal, bahwa manusia menjadi titik-singgung alam atas dan alam bawah, kaja dan kelod, yang baik dan yang jahat. Ia berdiri ditengah alam atas dan alam bawah, yaitu di alam tengah, di madyapada. Berdasarkan kenyataan ini maka segala hal yang secara langsung dikaitkan dengan manusia di tempatkan di tengah-tengah, misalnya :

  Dengan tempat kediaman adalah demikian, bahwa sanggah, yaitu tempat memuja nenek-moyang, ditempatkan disebelah kaja-Timur halaman, sedang segala bagian yang kotor (pembuangan sampah dsb) ditempatkan di sebeloah kelod-Barat halaman. Tempat tinggal keluarga berada di antara kedua bagian halaman tadi.

  denah pura desa adalah demikian, bahwa pure puseh, tempat memuja nenek-moyang yang sudah diperdewakan, ditempatkan di sebelah kaja-Timur pusat desa, sedang pura dalem, tempat orang memelihara arwah orang yang belum disucikan dengan pembakaran, ditempatkan di sebelah kelod-Barat pusat desa. Pura bale agung, tempat masyarakat desa berkumpul, ditempatkan di pusat desa.

  Meru, simbul mahameru, terdiri dari 3 bagian. bagian atas mewakili alam atas, sedang dasarnya mewakili alam bawah. Bagian tengah yang berwujud sebuah bilik, adalah tempat dewa turun untuk menemui manusia.

  Manusia sendiri terdiri dari 3 bagian. Kepalanya termasuk alam atas, karena ubun-ubunnya adalah tempat dewa turun. Kakinya termasuk alam bawah. Tetapi badannya (tempat hatinya) mewakili unsur yang di tengah-tengah, yang diungkapkan di dalam tiap bagian upacara keagamaan. 

  Demikian seterusnya.
  Masih ada lagi pembagian dalam 4 atau 5 bagian, dan dalam 8 atau 9 bagian.

  Pembagian ini dihubungkan dengan penjuru alam. Tiap penjuru diberi dewanya sendiri, warnanya, harinya dan bilangannya, yaitu : 

  Timur dihubungkan dengan dewa Iswara, warna putih, hari Umanis (Legi) dan bilangan 5. Selatan dihubungkan dengan dewa Brahma, warna merah, hari Paing dan bilangan 9. Barat dihubungkan dengan dewa Mahadewa, warna kuning, hari Pon dan bilangan 7. Utara dihubungkan dengan dewa Wisnu, warna hitam, hari Wage dan bilangan 4. Akhirnya Tengah dihubungkan dengan dewa Siwa, warna anekawarna, hari Kliwon, dan bilangan 8.

 Segala pembagian ini memiliki fungsinya sendiri-sendiri. Misalnya: jika orang mengadakan sabungan ayam orang harus memperhitungkan warna ayamnya, hari diadakannya sabungan, tempat yang diduduki pada tempat sabungan, dsb. Pada waktu orang hendak mempersembhakan sajian-sajian orang harus memperhitungkan juga pengaturan tempat sajian, orang-orang yang melayaninya, susunan sajiannya, dsb. 

  Demikianlah pembagian-pembagian ini bukan hanya sekedar pembagian belaka, melainkan meresapi seluruh kehidupan manusia. Di dalam terang inilah kita harus melihat seluruh hidup keagamaan Bali.

 Kepercayaan Akan Dewa-dewa

  
Tokoh-tokoh ilahi yang disembah orang Bali adalah campuran yang terdiri dari tokoh-tokoh ilahi Bali asli dan tokoh-tokoh ilahi agama Hindu-Jawa. Di dalam perkembangannya di sepanjang abad-abad yang lalu tokoh-tokoh ilahi Bali asli di-Hindu-kan dengan diberi sebutan-sebutan Hindu. ada yang disebut Sang Hyang, ada yang disebut Pitara, ada yang disebut Kawitan, dan sebagainya. Sebutan-sebutan itu dikaitkan dengan kepercayaan orang Bali akan arwah nenek-moyang.

  Tokoh-tokoh ilahi yang berasal dari suku Bali sendiri adalah sbb :
  Pulau Bali adalah dunia suci yang didiami oleh dewa-dewa, manusia dan roh-roh jahat. Para dewa terdiri dari arwah-arwah nenek-moyang yang sudah diperdewakan atau diilahikan, yang mendiami puncak gunung-gunung sebagai alam atas, sedang manusia mendiami alam tengah, yaitu bagian pulau Bali di antara puncak-puncak gunung dan laut. Para roh jahat, yaitu buta dan kala menghuni daerah laut sebagai alam bawah.

  Ada dua macam nenek-moyang. Yang pertama adalah arwah-arwah yang belum disucikan secara sempurna, yang dibagi atas: pirata dan pitara. Pirata adalah arwah-arwah sang wafat yang jenazahnya belum dibakar, yang oleh karenanya masih dipandang sebagai belum suci, yang masih mendatangkan kecelakaan. Adapun Pitara adalah arwah para wafat yang jenazahnya sudah dibakar, yang oleh karenanya sudah dipandang sebagai suci, namun belum secara sempurna, karena masih berdiri sendiri-sendiri sebagai individu.

  Nenek-moyang yang kedua adalah arwah nenek-moyang yang sudah disucikan secara sempurna, yang oleh karenanya sudah dipandang sebagai tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan sudah dijadikan satu atau sudah dilarutkan ke dalam alam segala nenelk-moyang, menjadi bapa asal mereka. Secara asasi mereka sudah sejajar dengan para dewata dalam kedudukannya dan tabiat. Maka mereka juga disebut dewa (tokoh yang bersinar), samghyang, dan sebagainya. Mereka inilah nenek-moyang dalam arti yang sebenarnya, yang menjadi pendiri desa, yang dicari hubungannya untuk mendapatkan berkat dalam hidup se-hari-hari.

  Demikianlah jelas, bahwa bagi keluarga Bali dewa yang paling dekat dengan manusia adalah para nenek-moyang.

  Tokoh-tokoh ilahi yang berasal dari agama Hindu-Jawa disebut Bhatara (Pelindung). Oleh umum para Bhatara dipandang sebagai jauh dari pada manusia. Mereka lebih dipandang sebagai Tuhan Asing, yang sudah dipribumikan, seperti halnya dengan para bangsawan Bali yang berasal dari Majapahit. Fungsi mereka dipandang sebagai sudah selesai sesudah dalam mitologi saja, tanpa arti yang mendalam.

  Nama-nama para Bhatara yang dikenal secara samar-samar adalah Bhatara Brahma, dewa api, Bhatara Surya, dewa matahari, Bhatara Indra, Tuhan yang menguasai sorga. Bhatara Yama yang menguasai maut, Bhatara Durga, dewi maut dan sebagainya.

  Bhatara yang dipandang sebagai yang tertinggi adalah Bhatara Siwa. Ia dipandang sebagai kesatuan segala kuasa yang disebut dewa. Ia adalah sumber segala hidup, kesatuan segala kuasa yang menciptakan dan yang melahirkan didalam alam semesta ini. Di dalam dialah kedua jenis kelamin, lelaki dan perempuan, dipersatukan. Sebagai penjelmaan unsur lelaki ia dipuja sebagai Gunung Agung, sebagai Lingga, sebagai Pasupati, sebagai Matahari dan lain-lain. Sebagai penjelmaan unsur perempuan ia dipuja sebagai Uma, ibu alam semesta, sebagai Giriputri, istri Mahadewa, sebagai Dewi Sri, dewi padi dan penuaian, sebagai Dewi Gangga dan Dewi Danu yang menguasai sungai dan tasik. Penjelmaan Siwa sebagai unsur perempuan ini oleh rakyat dipandang sebagai permaisuri Siwa. Oleh para ahli pikir penjelmaan Siwa sebagai unsur lelaki dan perempuan dipandang sebagai asas-asas atau aspek-aspek Siwa yang kekal, yang kecuali dijelmakan sebagai lelaki dan perempuan, juga dapat dijelmakan sebagai roh dan benda, sebagai yang baik dan yang jahat. Oleh karena itu segala tokoh ilahi sebenarnya adalah penjelmaan SIwa, sekalipun tokoh-tokoh itu adalah kala dan buta.

  Agaknya sebutan-sebutan ini dimaksud untuk menunjukkan bahwa Sang Hyang Widhi adalah tata tertib kosmis itu sendiri, yang menentukan tempat dan nasib segala sesuatu. Ia sendiri bukan bagian kosmos, sebab ia tidak ditaklukkan oleh tata tertib kosmis. segala sesuatu justru ditaklukkan kepadanya, baik manusia maupun dewa dan segala ada di dalam dunia, ia mengatasi segala sesuatu, baik yang bersifat kosmis maupun yang bersifat moril. Demikianlah yang dimaksud dengan Sang Hyang Widhi adalah kuasa yang abstrak yang berada dibelakang segala yang tampak.

  Menurut dongengnya, Sang Hyang Tuduh keluar dari yang tak ada dan berkuasa untuk berada dibelakang segala gejala serta bentuk korban dan kultus di dalam pura-pura.

  Pada umumnya Sang Hyang Widhi tidak dipuja dengan upacara-upacara keagamaan. baginya tiada pura, tiada tempat korban, tiada padmasana (tempat duduk), kecuali jika ada sebuah desa baru didirikan yang belum memiliki dewanya. Dalam keadaan seperti itu orang mendirikan sanggah puseh baginya, tempat ia dipuja.

  Masih ada tokoh ilahi yang berasal dari Hindu-Jawa yang oleh rakyat dipandang sebagai tokoh ilahi tersendiri dan disebut : Sang Hyang Trimurti atau Sanggah Tiga Sakti. Tokoh ini adalah penjelmaan Siwa sebagai dewa yang tertinggi. Di dalam filsafahnya diuraikan demikian : 

  Tokoh dewa yang tertinggi itu menjelmakan dirinya dalam tiga pangkat beruntun. Ia keluar dari alam yang akali yang tak terbagi (niskala) ke alam bendani yang terbagi (sakala)  degan melalui alam tengah yang bersifat bendani dan akali (sakala-niskala). Rupa dipakai untuk menjelmakan diri dalam tiga pangkat beruntun itu adalah : Paramasiwa, Sadasiwa, dan Maheswara.

  Selanjutnya Maheswara sebagai penjelmaan Siwa yang bendani menjelmakan diri dalam rupa Brahma, Rudra, dan Wisnu, yang oleh rakyat disebut : Sang Hyang Trimurti.
  
  Demikianlah dalam ajaran ini tampak lagi bahwa segala tokoh ilahi di Bali dipandang sebagai penjelmaan Siwa atau Sang Hyang Widhi, sekalipun penjelmaan itu senantiasa tidak menampakkan segi-segi yang baik dan benar. Hal ini disebabkan karena daya cipta ilahi yang dapat menghasilkan hal-hal yang baik itu dapat dikeruhkan dan dibalik menjadi daya cipta untuk mendatangkan hal-hal yang merusak, yang menakutkan. Siwa menjelmakan diri sebagai pencipta, pemelihara, dan perusak. Siwa bukan hanya dapat menjelmakan diri sebagai Bhatara Guru, tetapi juga sebagai Bhatara kala, Tuhan kegelapan, dan sebagai Bhatari Durga, dewi yang menguasai maut.

  Demikianlah Siwa meliputi baik hidup dan mati.

  
    
Post a Comment

Post a Comment

mohon dukungannya